"Puisi Karya Bersama"

 
Sumber Gambar: http://racebridgesforschools.com/wp/?p=2133



(Judulnya Lupa)


Surya tak hadir
Angin berhembus
Rumput bergerak
Seolah tak punya arah

Jalan setapak berbatu
Hiasan variasi sampah
Selimuti pejalan kaki
Tugu juang berdiri tegak
Tak dapat melakukan apa-apa
diam tanpa kata
Kegagahan itu tak bisa merubah semua

Seorang ibu menggendong anaknya
Seorang ibu sayang buah hatinya
Wajah penuh kesedihan, dia tutupi
Seolah bertanya pada hatinya
Akankah Aku dan Anakku makan hari ini?
Akankah hidup kan terus menderita?
Pertanyaan itu terus menghantui
Sambil memungut akua, bekas yang tak berhati

Hidup di tengah rumput subur
di atas tanah yang begitu gembur
Apa pedulimu untuk sepetak lahan ini
Jauh tak seperti kasih seorang ibu
dibiarkannya dihiasi sebarang sampah
pernahkah segelintir ide? Maka lakukanlah!

Hanya diam….!
Sayang, tak pernah ada petugas jubah orange!


Seorang kakek berjuang
Berperang dengan panas matahari
Tangannya bersambung sabit
Tumpaskan si rumput jahil

Kakek tanpa pamrih
Usahamu tumpas musuh hijau
Di depan rumah Allah
Wahai Pencipta Semesta
Sungguh kebaikan
Mengalir di sungai tanpa batas
Tanpa harapan balasan
Ingin berbuah manfaat

Terngiang irama kesibukan
Pusat ‘kan di satu arah
dari beralun di atas bongkahan tapakan
karena sahabat rumput mulai tak serumpun


Ada jantung kecamatan
Aku di syarat kecamatan


Lihat ke utara sana
Diapit napas kehidupan
Semua Gerobak modern tanpa permisi
Emisinya sengaja mengotori sohib-ku
Meninggalkan luka yang tak nyata
Suara gentanya saling redup bergema
Lalu lalang,,, sana ke mana,, di sini pun antri
Dominasinya si mesin Jepang

Mereka bukan penguasa jalanan
Tapi pejuang penyelamat antar kota
Teriring nyawa berlalu lintas
Sangat hati-hati memelihara kesabaran
Sebab kejamnya bisa menjadi tragedi

……sumedang…medang…medang…
lihainya menggiring penumpang


Boleh kepala lirikan ke selatan
Serupa……
yang ini gerobak si pemikir kreatif
Para pencari nafkah  bersaing sehat
Abang Bakso, Mie Ayam, gorengan..
andalan besar saat istirahat siswa
satu mangkuk, syukur untuk Ilahi

Anda tahu
Padahal roda ekonomi dekat dikendalikan
Berderet gerobak penyangga hidup
Ku tunggu nampak hidung si Kepala

Karena suasana di luar riuh penuh keringat
Sampai di mana kerjaan mereka
Sayangnya,, bukan melindungi dan membela keringat itu
dari awal hanya menuntut plat nomor merah
juga lampiran jasa di samping nama penuh dusta

egokah seragam kuning tua kalian
atau malu dengan cap dinas itu
niat kalian salah besar
Ini hidup sengaja banyak pilihan
Langkah kakimu materialistis


Tembok sejarah yang bersinar
Pada ruangan beku yang sama
Jasad batu yang tergenang
Penuh makna dengan sejuta perjuangan
Tiada telinga terangkum senyum sejati
Anugrah besar tugu kemerdekaan
Tertancap gagah dihinggapi Garuda
Adapun jasa tertulis t’lah kabur
Mustahil orang mengenang kalian
Nasionalisme terbengkalai

Bawahnya melebar sediakan dudukan
Batas rantai rusak mengelilingi
Benyak laku aneh di sana
Yang muda malah pacaran
Tugu,,, subjek memadu kasih

Mengerikan pergaulan di sana
Utamanya tiap malam kebebasan


Sejuk memang sekarang
Menjelang siang, seperempat jarum jam
Segar matanya
melihat kokoh terbangun tegak Istana Allah
silaukan hati insan yang bertaqwa
sumber lantunan syair rohani
Alangkah indahnya dunia ini
Berselimutkan suara adzan,,, di sana

Ternyata tiap penjuru sama
Sama kiat menyeindir
Walaupun berprosa di kegalauan
Drama seribu tokoh di atas panggung alun-alun
Previous
Next Post »
Thanks for your comment